kupandangi pepohonan yang ada di luar jendela kamarku. Entah kenapa,setiap aku sedang sendiri,kilasan-masa laluku hadir bagaikan film documenter, berputar di otakku. Jauh, waktu melesat di saat aku baru lulus dari sekolah dasar.
-------
Kucampakkan tasku begitu saja ke kasur. Aku segera pergi ke dapur, rasa marah yang menggumpal di dada tak sanggup lagi kutahan. “ayah,apa maksud ayah dengan semua ini. Ayah menyuruh kepala sekolahku untuk memasukkan aku ke MTs,padahal khan aku ingin ke SMP,ayah,” kutatap mata ayahku yang sedang makan siang dengan ibu. “ Kamu mau melanjutkan sekolah ke SMP??? Apa maksudmu? MTs lebih baik daripada SMP, di MTs kamu bisa belajar agama dan kamunjuga bisa mendapatkan pelajaran umum. Kalau SMP?? Kamu Cuma mendapatkan sedikit pelajaran agama. Nah, bagusan mana, MTs apa SMP???” ayahku balik menatapku. Pertanyaan ini yang aku tunggu-tunggu. Aku sudah mempersiapkan argumen untuk menjawab pertanyaan ini. “tapi yah,kalo aku sekolah di MTs,berapa biaya yang harus aku keluarkan. Untuk ongkos pulang-pergi,jajan, bukankah banyak biaya yang harus kita keluarkan. Tapi kalau di SMP, SMP ada di depan rumah kita,yah. Gak perlu ongkos,gak perlu uang jajan soalnya kalo aku laper aku bisa pulang ke rumah. Jadi, kita bisa lebih hemat kalo aku melanjutkan ke SMP? Trus kalo masalah pelajaran agama,aku bisa belajar di TQA atau di Madrasah Diniyah, gak perlu sampe sekolah ke MTs segala. Benar khan? Lagipula yah,temen-temenku gak ada yang mau masuk ke MTs,semuanya masuk ke SMP semua. Jadi aku mau juga dong masuk ke SMP?” panjang lebar aku menjelaskan argumenku pada ayah. Ayah terdiam. Aku tersenyum,merasa menang. Ayah menghela napas,lalu berkata, “tika,dengarkan ayah. Kamu adalah anak ayah yang penurut. Kamu pasti akan menuruti semua yang ayah katakan. Percayalah,apa yang ayah berikan adalah hal yang terbaik untukmu. Kamu akan menjadi anak ayah yang terbaik bukan?” ayah memegang bahuku yang mulai terguncang. Kalau ayah sudah berkata begitu, maka tidak ada alasan lagi untukku untuk menolaknya. Aku Cuma bisa menangis. Aku Cuma bisa menahan kesal yang menggumpal di dalam hatiku karena selamanya aku tidak sanggup melawan ayahku.
-------
Kupandangi sekelilingku. Hari ini adalah hari pertama aku masuk ke MTs Negeri Belilik,satu-satunya MTs Negeri yang ada di kabupatenku. Kuedarkan pandangan ke sekelilingku,mencari orang yang mungkin ku kenali. Tiba-tiba da yang menepuk punggungku. “tika,khan?” Tanya seorang siswi yang kukenal bernama Siti. Dia adik kelasku di TPA. Yang kutahu,dia duduk di kelas 2 di MTs ini. “kau pasti sedang mencari teman? Kamu pergi saja ke depan kelas yang di sana,udah ada Fajar sama teman-temannya,lh,”katanya lagi sambil menunjuk kea rah sebuah kelas. Fajar adalah sepupuku yang bersekolah dasar berbeda denganku. Aku pun segera menuju kelas yang ditunjuk oleh Siti. Kulihat Fajar sedang berbincang dengan teman-temannya,yang hamper kukenal semuanya.
Kulihat salah seorang dari mereka menatapku dengan pandangan sinis. Jangan heran,karena mereka semua adalah siswa siswi yang berasal dari SD musuh bebuyutan SD-ku. Walaupun aku tahu, mereka tak kan berani macam-macam dengan. Reputasiku cukup terkenal di seluruh desaku (di kalangan anak-anaknya tentunya). Di TPA,aku terkenal dengan anak kesayangan guruku. Aku pun terkenal dengan ke-tomboy-an ku. Meskipun sebenarnya aku benci dengan permusuhan ini. Aku pun tak pernah mencari gara-gara dengan mereka. Sikapku ini membuat aku pun cukup akrab dengan beberapa murid di sekolah itu.
Aku menyapa Fajar,lalu duduk di sampingnya. Septi,salah satu dari mereka yang cukup akrab denganku,menyapaku. Kubalas dengan senyum. Aku Cuma mendengarkan percakapan mereka sampai bel masuk yang menandakan dimulainya MOS kami.
-------
bersambung....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar